Oleh dr Raehanul Bahraen
INILAHCOM, Jakarta -- “Mendatangi istri” adalah termasuk sedekah dan ibadah, tentu dalam ibadah kita harus melakukan dengan “cara yang baik”.
Dari Abi Dzar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
( وفيبُضعأحدكمصدقة) – أيفيجماعهلأهله– فقالوا: يارسولاللهأيأتيأحدناشهوتهويكونلهفيهاأجر؟قالعليهالصلاةوالسلام: ( أرأيتملووضعهافيالحرام،أكانعليهوزر؟فكذلكإذاوضعهافيالحلالكانلهأجر) رواهمسلم
“Dan di dalam kemaluan salah seorang di antara kalian adalah sedekah.” -Maksudnya dalam jima’nya (hubungan intim) terhadap istrinya– Maka mereka (Sahabat) berkata:”Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang di antara kami mendatangi keluarganya (menunaikan syahwatnya/jima’) dan dia mendapatkan pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berabda:”Bukankah apabila dia menunaikannya (jima’) di tempat yang haram dia akan mendapatkan dosa?” Maka demikian juga seandainya dia menunaikannya di tempat yang halal (istrinya) maka dia akan mendapatkan pahala.”[5]
Begitu juga dengan kisah seorang wanita yang mengadu kepada Amirul mukminin Umar bin Khattab bahwa suaminya malam harinya shalat malam terus dan siangnya puasa terus. Artinya ia tidak mendapat nafkah batin. maka Islam memerintahkan agar memperhatikan hal ini.
عنمحمدبنمعنالغفاريقال: أتتامرأةعمربنالخطابرحمهالله،فقالت: ياأميرالمؤمنينإنزوجييصومالنهار،ويقومالليلوإنيأكرهأنأشكوه،وهويعملبطاعةاللهفقال: نعمالزوجزوجك،فجعلتتكررعليهالقول،وهويكررعليهاالجواب،فقاللهكعبالأسدي: ياأميرالمؤمنينهذهالمرأةتشكوزوجهافيمباعدتهإياهاعنفراشه،فقاللهعمر: كمافهمتكلامهافاقضبينهما
Muhammad bin Ma’an al-Ghifari berkata,
“Seorang perempuan datang kepada ‘Umar lalu berkata, ‘Wahai Amirul Mu’minin, sesungguhnya suamiku siang hari puasa dan malam hari shalat. Aku tidak senang mengadu kepadanya karena ia menjalankan ketaatannya kepada Allah.’
Lalu ‘Umar berkata kepadanya, ‘Memang laki-laki itu adalah suamimu (suami yang shalih).”
Lalu berkali-kali perempuan tadi mengulangi perkataannya dan ‘Umar pun berkali-kali pula mengulang jawabannya.
Lalu Ka’ab al-Asadi berkata kepada ‘Umar, “Wahai Amirul Mu’minin, perempuan ini mengadukan keadaan suaminya karena ia membiarkan tidur sendirian.’
Lalu ‘Umar menjawab, ‘Kalau seperti itu yang kau fahami dari ucapannya, maka putuskanlah perkara antara keduanya.”Akhirnya Ka’ab sebagai hakim setelah mendengar peryataan dari suami-istri tersebut, memutuskan perkara dan berkata,
إنلهاحقاًعليكيارجل… نصيبهافيأربعلمنعقل
فاعطهاذاكودععنكالعلل
ثمقال: إناللهعزوجلقدأحللكمنالنساءمثنىوثلاثورباع،فلكثلاثةأيامولياليهنتعبدفيهنربكولهايوموليلة
“Sesungguhnya istrimu mempunyai hak atas dirimu, wahai kawan. Bagian dia ada pada yang empat (dua paha laki-laki dan dua paha perempuan), bagi orang yang berakal. Berikanlah itu kepadanya, Dan janganlah anda perpanjang alasan.’
Kemudian Ka’ab berkata, ‘Allah menghalalkan kamu menikahi empat perempuan. Tiga malamnya menjadi hakmu untuk menyembah Tuhanmu. Dan satu malam menjadi hak istrimu” [6] [belum selesai ]
Sumber muslimafiyah