ADA seorang shalih bernama Abu Yusuf al-Qadli Ayyub al-Anshari, wafat pada 182 Hijriyah. Di detik-detik kewafatannya, tepatnya di saat naza' kematiannya, beliau masih sempat berdiskusi tentang masalah fiqh (hukum Islam).
Ada yang berkata: "Ya Syekh, dalam kondisi naza' seperti ini Anda masih sempatkan diskusi hukum Islam?" Beliau menjawab: "Iya, siapa tahu dengan terus belajar fiqh ini saya menjadi salah seorang yang selamat."
Memilih terus belajar agama sampai pada detik kematian bukanlah perkara mudah. Ada banyak orang yang lebih semangat berbicara kelanjutan usahanya oleh anak cucunya atau pembagian hartanya secara adil pasca-kematiannya. Mereka yang penutup kehidupan dunianya adalah kebaikan-kebaikan sungguh menjadi orang yang sangat beruntung. Semua berharap mati dengan tenang, beristirahat di alam kubur dengan damai dan menanti kiamat besar dengan penuh kenikmatan. Namun tidaklah semuanya yang mengetahui jalannya.
Bisa jadi telah banyak yang tahu jalannya, namun banyak juga yang dibelokkan syetan menuju jalan yang salah namun berhiaskan tawaran kenikmatan semu. Semangat berperang melawan syetan dan hawa nafsu harus terus digelorakan. Mengapa berulangkali Allah menyebut syetan dalam al-Qur'an sebagai ‘aduwwun mubiinun’ (musuh yang nyata)? Jawabnya adalah karena syetan tak pernah diam melainkan sembunyi-sembunyi terus beraksi.
Berhati-hatilah dengan syetan dan orang-orang yang secara resmi telah menjadi pengikut syetan, yakni manusia yang dalam dirinya selalu ada hasrat merusak, memporak-porandakan dan mempersedih orang lain. Jangan-jangan kita termasuk ya?
Marilah selalu berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk. Teruslam belajar dan mempersembahkan kebaikan untuk kemudian mati dalam kebaikan itu. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya.