ANTARA fatwa dengan Qanun, Qadha’ dan ijtihad memang punya irisan yang saling terkait. Namun biar bagaimana pun masing-masing punya jati diri dan satu dengan yang lain tetap saling berbeda.
a. Qanun
Sebagaimana sudah dibahas pada bab sebelumnya, Qanun adalah undang-undang atau hukum positif yang berlaku di suatu wilayah hukum. Qanun yang berlaku di suatu negara Islam, bisa saja bersumber dari sejumlah hasil fatwa satu atau gabungan dari beberapa mazhab fiqih, namun yang telah distandarisasi atau dibakukan, sehingga berbentuk aturan yang rinci, terdiri bab, pasal, ayat, butir dan seterusnya.
Secara umum, Qanun bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan, dan sering juga tercantum sanksi dan hukuman yang harus dijatuhkan. Sedangkan fatwa sifatnya tidak mengikat, karena fatwa pada hakikatnya adalah sebuah pandangan atau pendapat tentang hukum suatu masalah fiqih. Orang yang bertanya atau minta fatwa tidak diwajibkan untuk menerima fatwa itu. Bisa saja dia menolak sebuah fatwa. Oleh karena itu, kalau sekedar menerima saja tidak menjadi kewajiban, apalagi melaksanakannya.
b. Qadha’
Qadha’ adalah vonis atau keputusan yang dilakukan oleh seorang hakim atau qadhi atas suatu perkara atau perseteruan dua belah pihak atau lebih. Keputusan yang ditetapkan oleh qadhi di antara pihak-pihak yang bersengketa. Dalam prakteknya, seorang Qadhi terikat pada Qanun atau undang-undang yang berlaku di suatu wilayah hukum.
Sebagaimana Qanun, Qadha atau ketetapan yang diambil seorang Qadhi sifatnya mengikat. Orang-orang yang telah ditetapkan hukumnya oleh Qadhi, wajib menjalankannya. Bila ketetapan itu berupa vonis hukuman, seperti penjara, hukum cambuk, hukum rajam dan seterusnya, maka dia wajib menjalaninya.
Berbeda dengan fatwa yang sifatnya tidak mengikat. Seseorang yang meminta fatwa kepada mufti, boleh menjalankan hasil fatwa itu kalau dia mau, tetapi tidak ada kesalahan bila dia menolak isi fatwa itu. Dan atas penolakannya itu, dia tidak terikat dengan sanksi apa pun.
Perbedaan lainnya adalah fatwa itu berangkat dari sebuah pertanyaan, di mana seorang mufti kemudian menjawab pertanyaan itu. Sedangkan qadha’ berangkat dari persengketaan, di mana ada dua belah pihak atau lebih yang bersengketa atas suatu masalah, lalu qadhi memutuskan perkara di tengah mereka. Persamaan antara fatwa dengan qadha, antara lain sama-sama bersumber kepada Alquran dan As-Sunnah serta sumber-sumber hukum Islam penunjang lainnya.
c. Ijtihad
Pengertian ijtihad menurut istilah adalah: Mengerahkan segala kemampuan yang dilakukan oleh seorang ahli fiqih dalam rangka menghasilkan hukum syar’i yang bersifat dzanni. Sedangkan hubungan antara fatwa dengan ijtihad adalah bahwa fatwa itu dihasilkan lewat ijtihad yang dilakukan oleh mufti. Setiap mufti wajib melakukan ijtihad sebelum menetapkan fatwa, meski seorang mufti tidak diharuskan punya spesifikasi sampai ke level mujtahid mutlak.
Sebaliknya, seorang mujtahid tidak harus mengeluarkan fatwa. Dalam arti, meski seorang mutjahid berijtihad, namun bisa saja dia tidak menjawab pertanyaan orang lain yang disampaikan kepadanya dengan pertimbangan tertentu. Demikian sekilas penjelasan yang menegaskan pengertian fatwa dan perbedaannya dengan ijtihad, qanun dan qadha'. Semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]