DALAM Bibel, khususnya Kitab Kejadian pasal 1-23 dan kitab-kitab hadits muncul kata tulang rusuk yang dihubungkan dengan penciptaan perempuan. Salah satu hal yang sering memberikan stigma negatif perempuan (Hawa) ialah diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam).
Dalam mitos Timur Tengah, kata kiri melambangkan subordinasi dan cenderung negatif. Makan, minum, dan memegang Kitab Suci dengan tangan kanan dan membersikan kotoran dengan tangan kiri. Masuk WC dengan kaki kiri dan masuk rumah ibadah dengan kaki kanan. Sudah tulang rusuk kiri, paling bawah, bengkok lagi. Ini menancapkan kesan subordinansi perempuan terhadap laki-laki.
Dalam lintasan sejarah, mitos tulang rusuk berpengaruh terhadap rumpun bahasa Semit, seperti bahasa Ibrani, Arab, Aramik, Suryani, Qibti, dan sesungguhnya juga bahasa-bahasa belahan dunia bagian utara seperi yang bisa kita jumpai sekarang, misalnya bahasa Inggeris, Perancis, Jerman, dan Belanda.
Kata ganti Tuhan menggunakan kata ganti laki-laki (He/Huwa), yang menggambarkan seolah-olah Tuhan berjenis kelamin laki-laki. Jika kita memberi salam cukup menyebut nama laki-laki, karena jika menyebut laki-laki otomatis termasuk perempuan di dalamnya, karena perempuan diasumsikan dari tulang rusuk laki-laki.
Mitos tulang rusuk juga berpengaruh secara sosial-psikologis di dalam masyarakat. Perempuan seolah-olah sebagai subordinasi laki-laki. Mitos tulang rusuk ini mengendap di alam bawah sadar sebagian besar perempuan yang memang secara teologis sejak awal tidak setara dengan laki-laki.
Kaum laki-laki, selain sebagai the firs creation ia juga the first sex. Sedangkan kaum perempuan, selain sebagai the second creation ia juga the second sex. Akibatnya posisi kaum perempuan hampir selalu termarginalisasi di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Bahkan asumsi teologis ini berkontribusi terhadap lahirnya teori misogoni dan patriarki.
Pengaruh mitos tulang rusuk ini sangat universal. Bukan hanya di suku-suku tertentu di Indonesia tetapi hampir seluruh dunia. Ini semua bersumber dari persepsi teologi bahwa kaum laki-laki memang lebih utama daripada kaum perempuan.
Itulah sebabnya buku-buku feminis seringkali diawali dengan menggugat Kitab Kejadian (Genesis) di dalam Bibel, yang secara jelas menceritakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki. Lebih jauh dari itu, mitos tulang rusuk juga berpengaruh terhadap rumpun bahasa Semit, seperti bahasa Ibrani, Arab, Aramik, Suryani, Qibti, dan sesungguhnya juga bahasa-bahasa belahan dunia bagian utara seperi yang bisa kita jumpai sekarang, misalnya bahasa Inggeris, Perancis, Jerman, dan Belanda.
Kata ganti Tuhan menggunakan kata ganti laki-laki (He/Huwa), yang menggambarkan seolah-olah Tuhan berjenis kelamin laki-laki. Jika kita memberi salam cukup menyebut nama laki-laki karena jika menyebut laki-laki otomatis termasuk perempuan di dalamnya, karena bukankah perempuan dari tulang rusuk laki-laki?
Teologi bahasa ini berpengaruh pada salam: “Assalamu alaikum” (Keselamatan atas kalian laki-laki) tanpa perlu menambahkan kata: “Wa ‘alaikunna al-salam” (dan keselamatan atas kalian perempuan), karena kaedah bahasa Arab mengatakan: Apabila laki-laki dan perempuan bercampur dengan laki-laki cukup menyebut jenis laki-lakinya (Al-tadzkir wa al-ta’nits idza ijtama’a gulibah al-tadzkir).
Sekalipun di dalam sebuah ruangan keseluruhannya perempuan tidak pernah ada bentuk salam yang mengatakan “Assalamu ‘alaikunna” (keselamatan atas kalian perempuan), karena itu tidak lazim di dalam bahasa Arab. [*]