SEMUA amal tergantung niat. Semua tahu itu. Semua amal memiliki implikasi pada sang pelaku. Inipun semua sudah paham. Namun seringkali kita lupakan niat dan nafsu diri yang dijadikan dasar amal itu. Akibatnya adalah kegersangan batin dan kegelisahan jiwa. Ini adalah sebuah keniscayaan.
Ada orang yang menuliskan huruf-huruf, dirangkai menjadi kata dan kalimat, demi untuk dikagumi banyak orang dan diikuti banyak pembaca. Ada orang yang menuliskan huruf-huruf, dirangkai menjadi kata dan kalimat, demi berbagi kebenaran dan kebaikan agar banyak yang bisa mengambil manfaat dan mendapatkan petunjuk.
Dua model orang ini memiliki implikasi psikologis yang berbeda: yang pertama menjadi "tawanan" para pembacanya, hidup tak bebas demi mengikuti keinginan pembaca; sementara yang kedua adalah menjadi seorang penyeru dan pemimpin bagi yang lain, walau namanya tak dikenal dan tak disebut-sebut.
Memperbaiki niat menjadi sangat vital dalam menggapai kebahagiaan jiwa. Niatkanlah segala yang dikata dan dilakukan untuk kebaikan, lalu laksanakan sesuai dengan ketaatan pada aturan, maka konflik batin dan sakit jiwa tak akan pernah penjadi penyakit langganan. Kegelisahan dunia saat ini bukanlah karena kurangnya fasilitas, bukan pula karena tak ada yang berkata dan berbuat, melainkan karena hilangnya ketulusan niat untuk kebaikan.
Lihatlah fakta beberapa pemimpin yang mengkhianati janjinya. Lihatlah beberapa wakil rakyat yang malah mengambil hak-hak rakyat. Lihat pula beberapa panutan yang sudah tak layak dipanuti. Apakah mereka tak pernah menyampaikan janji, harapan dan ajakan kebaikan? Apakah mereka tak pernah berbuat? Semuanya rajin. Namun apakah niatnya benar-benar untuk rakyat dan untuk kebahagiaan bersama?
Lihat saja faktanya. Fakta tak pernah menampilkan kepalsuan. Perbaiki niat, jujurlah dalam berbuat. Bahagia akan datang berkunjung untuk tinggal bersama dalam kehidupan kita. Salam, AIM@Makkah al-Mukarramah.