TAK memiliki tapi mengklaim memiliki, tak memiliki tapi merasa memiliki, tak memiliki yang diberi hak untuk memiliki dan tak memiliki tapi diberi hak menikmati adalah empat hal yang berbeda. Hal ini seberbedanya antara memiliki tapi tak diberi hak memiliki dan memiliki tapi merasa tak memiliki atau memiliki tapi dipaksa merasa tak memiliki.
Tetangga saya saat ini punya masalah, selalu datang bertemu saya dan keluarga membawa tetesan air mata. Rumah kecilnya yang dimilikinya atas nama hak waris diancam dirampas oleh ahli waris yang lain yang telah tergoda oleh iri hati/dengki yang berselingkuh dengan tumpukan uang.
Orang kecil sekeluarga berjumlah 4 orang yang menempati kamar warisan seluas 2,5x3 ini dipaksa dengan berbagai cara untuk merombak dan menggeser rumah yang secara haq adalah haknya. Pemilik yang dipaksa untuk berada di posisi bukan pemilik. Inilah dunia.
Kasus lain adalah Mat Salim yang miskin dan berprofesi sebagai penyabit rumput asal Madura. Setiap harinya selalu tersenyum dan berbincang dengan Allah: "Ya Allah, saya ridla dengan takdirMu. Tak punya banyak hal tak apa asal bisa tersenyum saja sudah cukup."
Sejak lima tahun yang lalu dia dan keluarganya dipasrahi menjaga, menempati sekaligus memelihara rumah besar seharga tiga milyar milik tetangganya, Haji Dulla, yang sudah 15 tahun bekerja di Saudi. Haji Dulla hanya sebulan dalam setahun pulang ke rumah ini, 11 bulan sisanya ditempati oleh Mat Salim plus bayaran 500 ribu perbulan. Mat Salim dan isterinya tersenyum terus dan bergumam: "Ya Allah, tak mampu kami membangun rumah sebagus ini, ternyata ada yang membangunkan untuk kami tempati walau bukan untuk dimiliki."
Haji Dulla adalah orang baik yang ingin hidup bahagia dan membahagiakan orang lain. Mat Salim adalah orang baik yang suka bersyukur dan tetap sadar posisi. Sementara ahli waris pengusir saudaranya itu sungguh telah berada di barisan iblis yang terbiasa berharap orang lain hancur menderita karena hatinya dikuasai oleh iri hati dan benci.
Semoga ada pelajaran atau hikmah untuk kita jadikan pegangan dalam menata hidup kita. Siapakah kita? Haji Dulla, Mat Salim, ahli waris pendengki ataukah ahli waris teruji? Atau ada kisah lain? Mari berbagi. Salam, AIM@pascasarjana UINSA Surabaya. [*]