SEORANG puteri berusia 9 tahun ini terpikat betul dengan kalung mutiara-mutiaraan yang banyak dijual dan dipakai remaja puteri di sekitarnya. Harganya tak mahal, hanya 78.500 rupiah.
Menabunglah dia dari kelebihan uang jajan yang sengaja dihematkan demi membeli kalung itu tanpa meminta uang lagi kepada kedua orang tuanya. Sungguh mulia akhlaknya, akhlaknya lebih dewasa ketimbang umurnya.
Setelah dua bulan menabung, kalung yang diimpikan menjadi miliknya, terbeli setelah mengajak ibunya untuk mendampingi ke toko pernak pernik remaja di dekat sekolahnya itu. Dipakainya kalung itu dengan bangga dan penuh manja. Ibunya tersenyum melihat senyumnya. Bagi orang tua, senyum anak adalah lebih indah dari sinar pagi mentari.
Malam-harinya, ayahnya berkata pada puteri itu menjelang tidur malamnya. "Nak, bolehkah aku minta kalungmu?" Anak ini geleng kepala tanda tak membolehkan. Tiga malam berturut turut ayahnya memintanya, dan tiga kali pula ditolaknya. Sang ayah hanya tersenyum.
Mungkin ada perasaan bersalah dan kasihan pada ayahnya, di hari keempat menjelang berangkat sekolah anak itu menyerahkan kalung itu sambil menangis: "Ambil saja ayah, maafkan aku kemarin tidak memberikannya ke ayah karena aku sungguh senang dengan kalung itu. Tapi aku lebih sayang sama ayah."
Ayahnya terima kalung imitasi itu, kemudian mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya diberikannya kepada puetrinya dengan tersenyum dan berkata: "Ananda, pakai yang ini saja ya, ini adalah mutiara asli yang ayah belikan untuk puteri tersayang ayah." Anak ini menangis teriak bahagia, bersyukur dan berterima kasih.
Sahabat dan saudaraku, jangan tangisi apa yang Allah ambil dari kita. Yakinlah bahwa itu semua karena satu alasan indah, yakni adalah karena Allah akan memberikan sesuatu yang lebih indah. Semuanya hanya masalah waktu. Tak perlu terburu-buru menungguh indahnya hikmah. Hikmah itu bersembunyi dibalik kesabaran. Salam, AIM. [*]