SAUDARAKU. Ketika nanti kita meninggal, secara umum akan ada tiga macam reaksi orang. Pertama, orang-orang yang bereaksi seperti orang yang sedang lewat. Misalnya dia berkata, “Si Eta meninggal, ya? Ngga disangka, padahal kemarin masih ada.” Sekadar begitu, dan dia langsung lupa karena kesibukannya.
Kedua, orang-orang terdekat atau teman-teman kita. Biasanya mereka akan mendoakan dan mengucapkan belasungkawa. Baik secara langsung kepada keluarga kita, melalui telepon atau sms, maupun status di media sosial. Bagi yang sempat, paling hanya mengantar jenazah kita ke kuburan. Setelah selesai, mereka kembali sibuk dengan pekerjaannya. Ada punpekerjaan kita pun langsung ada yang menggantikan.
Ketiga, keluarga. Keluarga memang lebih merasakan sedih. Tetapi kesedihan itu paling juga beberapa minggu atau bulan, dan tahun depannya sudah tidak lagi. Harta warisan sudah dibagikan, dan pakaian-pakaian kita sudah disedekahkan. Kalau misalkan suami atau istri meninggal di usia muda, mungkin pasangan yang ditinggal sudah menikah lagi.
Jadi, orang-orang segera lupa dalam kesibukannya masing-masing. Tetapi kita yang meninggal, justru baru memulai kehidupan yang sebenarnya di kubur nanti. Kita mulai babak belur dengan perhitungan demi perhitungan. Sehingga keliru kalau kita suka berpikir takut mati. Karena saat di kubur itulah kehidupan kita yang asli dimulai.
Misalkan ada yang bertanya, “Bagaimana saat nanti Aa’ Gym meninggal?” Ya sama, dikuburkan. Ketika nanti saya meninggal, paling-paling hanyadiantar ke kuburan. Kemudian pengantarnya pulang, dan kembali sibuk dengan kegiatannya sendiri. Hanya tinggal kenangan saja, pernah ada seorang makhluk bernama Abdullah Gymnastiar di Pesantren Daarut Tauhiid.
Tugas-tugas Aa’ Gym ada yang melanjutkan. Kursi yang biasa digunakan di pengajian akan diisi oleh yang lain. Imamnya juga bakal ada yang menggantikan. Pokoknya, selebihnya saya saja yang sendirian di dalam kubur. Terus memikul apa-apa yang telah saya lakukan selama hidup ini.
Ada atau tidak adanya Aa’ Gym, apa yang sudah direncanakan Allah pasti terjadi. Di Lauh Mahfuzh telah tertulis Pesantren Daarut Tauhiidjauh sebelum saya lahir. Jadi, adanya Daarut Tauhiid sama sekali bukan karena adanya makhluk yang bersorban di Gegerkalong Girang. Tetapi saya cuma ikut dalam episode takdir adanya pesantren ini.
Begitu juga dengan teman-teman yang ada di Daarut Tauhiid. Semuanya cuma diberi bagian akting saja oleh Allah. Ada tidaknya Aa’ Gym dan teman-teman yang sekarang kebagian akting, Daarut Tauhiid yang sudah direncanakan Allah di Lauh Mahfuzh tetap lancar-lancar saja. Hanya, mudah-mudahan ada pahalanya kalau belajar ikhlas.
Tapi kalau merasa sok berbuat, sok hebat, sok berjasa atau sok penting, maka tidak akan mendapat apa-apa. Masing-masing kita ketika nanti meninggal langsung memikul sendirian di dalam kubur. Sedangkan orang-orang yang masih hidup, pun sudah lupa dengan apa yang suka disebut-sebut.
Oleh sebab itu, saudaraku, jangan suka menyebut atau memamerkan amal-amal kita. Biarlah ia menjadi bekal kita pulang ke kehidupan yang sebenarnya. Bahkan, sebetulnya bukan kita yang berbuat baik. Kita hanya jalan kebaikan dari Allah. Baru menjadi amal kalau kita ikhlas.
Setiap kita cuma menumpang hidup dan diberi bagian akting saja. Seperti, mungkin di antara saudara yang sedang membaca tulisanini ada yang nanti bakal menjadi presiden. Boleh jadi, karena Pak SBY dan Pak Jokowi dulunya juga tidak tahu kalau akan menjadi presiden. Yang mengetahui hanya Allah.
Menjadi presiden itu bukan karena pintar atau hebat. Sebagaimana menjadi pimpinan pesantren yang juga belum tentu karena saleh. Tetapi karena kehendak Allah saja. Kalau bermujahadah dan dirahmati Allah, baru menjadi saleh dan mendapat kebaikan sebagai bekal ketika meninggal.
Jadi, ayo saudaraku! Apa pun peran kita di kehidupan ini, lakukan kebaikan dan lupakan. Tidak usah pamer. Misalnya para guru. Kalau ada murid yang menjadi pejabat atau menteri, maka jangan merusak amal dengan menyebut-nyebut,“si Eta dulu murid, saya tahu persis apa saja nilainya yang merah.” Tidak perlu! Yang penting kita selamat saja ketikapulang.
Para orangtua juga jangan merusak kehidupan anak-anaknya. Misalkan ada yang anak-anaknya diberi ujian duniawi. “Alhamdulillah, walaupun orang desa tapi ke lima anak saya sarjana semua. Memang saya harus gigih, tiap malam tahajud, air mata tak boleh berhenti, dan orangtua seperti saya harus tulus.” Benarkah yang begitu tulus? Atau, jangan-jangan ingin nebeng beken di depan tetangga. Tidak boleh, saudaraku!
Allah Maha Mengetahui apa pun yang kita perbuat. Karena itu apa pun dunia yang diberikan Allah, kita harus sekuat tenaga merunduk dan patuh sebagai hamba-Nya. Dengan hati yang lurus kepada Allah dan perbuatan di jalan-Nya, maka Allah juga akan memberi kita ketenangan, kemantapan dan keselamatan. Inilah yang mahal.
“Iya, Aa’, saya ikhlas, benar-benar ikhlasss…tanpa pamrih.” Kira-kira yang seperti ini merasa tenang? Atau, “Saya menolong saudara itu ikhlasss…tapi tolong dong, raba perasaan saya.” Yang begini pasti tidak tenang. Orang yang asli ikhlasnya tidak membutuhkan pengakuan atau penghargaan orang lain dalam bentuk apa pun.
Termasuk, tidak usah merasa berjasa memperjuangkan Islam. Karena apa yang kita lakukan aslinya kita sendiri yang untung. Seperti orang yang ikut berjuang dalam pertempuran. Yang mendapat pahala dirinya sendiri. Jika meninggal dan menjadi syuhada, juga dirinya sendiri yang masuk surga tanpa hisab. Kita sebenarnya tidak pernah berjuang untuk agama. Karena Islam sudah sempurna hebatnya. Kita cuma menumpang mencari pahala, nama dan akting saja.
Saudaraku. Tidak perlu lagi ada kata-kata, “Dengan adanya kami,” atau “Karena ada saya.” Siapalah kita ini? Kita cuma menumpang. Tanpa adanya kita, dunia ini tetap beres berjalan. Mas dan mbak, mboten nopo-nopo kebaikan kita tidak diketahui, diakui, atau diberi piagam. Nanti pengusung jenazah kita yang repot membawa-bawa piagam ke kuburan.
Yang penting kita tidak dilupakan Allah. Karena inilah yang petaka. Jika usia jasad pendek, mudah-mudahan umur amal kita yang panjang. Cukuplah Allah yang menjadi saksi. Wa kafaa billaahi syahiida. [*]