TALFIQ ialah melakukan penggabungan dua madzhab atau lebih untuk memperoleh kemudahan syari’ah (tatabbu’ al-rukhash). Berbagai pandangan ulama tentang Talfiq.
Pada umumnya ulama, termasuk dari kalangan Syafi’iyah tidak membenarkan praktek talfiq dengan berbagai alasan. Sedangkan kelompok minoritas ulama ada yang membenarkannya dengan alasan tertentu.
Contoh praktek talfiq, seseorang yang melaksanakan wudhu menurut cara imam Syafi’ dengan mengusap hanya bagian kecil dari kepala. Ia tidak mengikuti pendapat Imam Malik yang menganjurkan mengusap keseluruhan kepala.
Perkara membatalkan wudhu mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, yang mengatakan sepanjang tidak melakukan hubungan suami isteri tidak membatalkan wudhu. Berbeda sedikit dengan Imam Malik yang mengatakan sekalipun tidak berhubungan suami isteri tetapi jika sengaja menyentuh lawan jenis dengan motivasi syahwat maka itu membatalkan wudhu. Sedangkan Imam Syafi’ menyentuh perempuan yang bukan muhrim (ajnabiyah) membatalkan wudhu.
Bagi Imam Syafi’ hukum Islam atau Syari’ah adalah ajaran yang mudah dan manusiawi tetapi tidak untuk dimudah-mdahkan. Memang dikenal ada konsep kemudahan ‘adzimah danrukhshah (akan dibahas tersendiri) tetapi tidak dimaksudkan untuk memanjakan umat atau main-main (tala’ub).
Atas dasar ini maka sebenarnya larangan talfiq bukan untuk mengekang kebebasan umat atau menggiring fanatisme mazhab, tetapi semata-mata untuk menegakkan konsistensi penegakan Syari’ah. Mengamalkan kombinasi mazhab dalam keadaan tertentu dapat dibenarkan, misalnya ketika kita berada di depan ka’bah yang berdesak-desakan antara laki-laki dan perempuan.
Persentuhan kulit laki-laki dan perempuan di sana sulit dihindari. Jika kita menganut mazhab Syafi’ sudah pasti menimbulkan mudharat, karena di sana tempat wudhu jauh dan mengaksesnya sulit, akhirnya kita terpaksa mengikuti pendapat mazhab Maliki atau Hanafi, terus saja kita melanjutkan thawaf, sa’yi, dan shalat, sekalipun pernah bersentuhan dengan lawan jenis ajnabiyah. Akan tetapi setelah kembali ke Indonesia, sebaiknya kembali kepada keyakinan lama yang selama ini dipraktekkan, yaitu jika bersentuhan dengan lawan jenis maka kita harus berwudhu.
Jika seseorang ingin pindah mazhab tidak ada larangan.Yang penting seseorang harus konsisten. Jika ingin mengikuti pendapat mazhab Malik, suami-isteri yang bersentuhan tidak membatalkan wudhu maka seharusnya yang bersangkutan juga mengamalkan cara berwudhu mazhab Malik yang membasuh keseluruhan kepala, tidak hanya sebagian sebagaimana pendapatnya Imam Syafi’.
Mungkin ada yang berkeyakinan bahwa talfiq adalah bagian yang tak terpisahkan dari kemudahan ajaran Islam. Memang ada orang berpendapat jika di kalangan ulama mumpuni berbeda pendapat maka orang awam bisa memilih pendapat salah seorang di antaranya. Yang penting sesungguhnya dalam hal ini tidak memilih pendapat yang gampang diamalkan dengan dasar pertimbangan mencari yang enak-enak (tatabbu’ al-rukhash).
Dalam kondisi masyarakat yang sangat tinggi mobilitas sosialnya, keberadaan talfiq tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Untuk kalangan masyarakat tertentu, lebih baik bertalfiq dari pada mereka meninggalkan ajaran Islam. Kita perlu mengingat kaedah ushul: Mala yudriku kulluh la tudriku kulluh (apa yang tidak bisa dicapai secara keseluruhan jangan ditinggalkan semuanya). [*]