SAYA senang sekali dengan kisah berikut ini. Berulang-ulang saya posting dan ceritakan, namun pasti dengan ketikan baru dan gaya baru pula. Kisah ini adalah tentang seorang raja di India yang meminta ajudannya untuk mengukir cincinnya dengan sebuah tulisan kalimat yang menurut sang raja akan menjadi pengingat keseimbangan hidup.
Keseimbangan hidup, yang dalam bahasa populernya disebut equilibrium, menjadi timbangan kebahagiaan. Kekurangan atau berlebihan selalu menyisakan ketidaknyamanan. Kekurangan air bermakna kekeringan, sementara berlebihan air namanya kebanjiran. Seimbang adalah kondisi yang ideal.
Orang yang selalu dalam gelimang nikmat memiliki potensi sombong, arogan, adigang adigung adiguna. Orang yang selalu dalam kesedihan akan berpotensi untuk menjadi putus asa, depresi dan stress. Adanya nikmat dan musibah secara bergantian adalah kondisi yang menjadikan emosi diri stabil. Antara cemas dan harap, antara khawf dan raja'.
Kalimat yang dimintakan raja untuk dituliskan di atas cincinnya itu adalah berfungsi untuk menjaga keseimbangan emosi itu. Dalam bahasa sang raja: "Jika orang bergelimang nikmat yang memakai cincin ini dan membaca tulisan di atasnya maka dia tak akan menjadi sombong, dan jika orang yang mendapat musibah yang memakainya dan membacanya, maka dia tak akan stress dan putus asa."
Ini bukan tentang khasiat batunya, namun manfaat nasehat yang dikandungnya. Tulisannya berbunyi: "Semuanya pasti berlalu." Tak selamanya orang menjadi raja, tak selamanya orang itu menjadi terhina. Tak selamanya nikmat itu ada pada kita, sebagaimana tak selamanya musibah itu melekat pada kita. Hidup masih koma, belum titik. Salam, AIM, Pengasuh Ponpes Kota Alif Laam Miim Surabaya.