PADA awal-awal berdirinya, Daarut Tauhiid pernah menjalani episode yang cukup bersahaja. Saat itu zikirnya bagus hingga hijab antara ikhwan dan akhwat pun terjaga. Merupakan takdir Allah saja saya menempuh hidup bersama Daarut Tauhiid ini.
Lambat laun, Allah SWT pun memberi ujian. Daarut Tauhiid yang mulai ramai dikenal dan para tamu banyakberdatangan. Hal ini diikuti dengan lahirnya perusahaan demi perusahaan, dan tentunya uang mengalir semakin banyak. Sehingga pesantren ini berubah, dari Daarut Tauhid menjadi Daarut Duit.
Begitulah, Allah memberikan ujian kelapangan atau kesenangan. Ujian yang lebih berbahaya daripada kesusahan atau kepahitan. Ada punsalah seorang yang tidak lulus ujian waktu itu adalah orang yang sering berceramah di sana. Tentu saja yang bercerita ini tidak sendirian, tapi the gang-nya juga ikut tidak lulus.
Ketika mulai dikenal hampir di setiap stasiun televisi, disertai kekaguman, pujian, berbondong-bondongnya tamu, banyaknya perusahaan dan uang, maka mulai lupa. Seperti tidak adanya waktu untuk belajar, bertafakur, dan jujur melihat diri sendiri. Tanpa disadari sebetulnya hidup menjadi sangat tidak nyaman. Pesantren pun menjadi sangat sulit dikendalikan.
Mahasuci Allah Yang Mahabaik, Maha Mendengar dan Maha Melihat. Alhamdulillah, Daarut Tauhiid diselamatkan oleh Allah dengan sentuhan yang langsung membikin tersungkur.
Televisi yang memuji berbalik jadi mencaci. Pagi, siang,dan malam, berminggu-minggu siaran langsung. Kameramen yang biasanya sopan juga berubah seolah memburu buronan. Para ibu yang sebelumnya berbondong-bondong kagum, jadi emosi di mana-mana. Ada pun yang dulu mengantremau dipotret,langsung merobek potretnya. Hingga perusahaan pun satu per satu babak belur dan segan mau hidup.
Sentuhan itu datang dari Allah Yang Mahabaik supaya segera sadar dan bertobat. Bahwa banyaknya perusahaan dan uang, keterkenalan dengan kekaguman dan pujian telah menjadi biang ujub, riya’,dan lupa. Dengan sentuhan seperti iniAllah mengobati, atau menyelamatkan makhluk-makhluk-Nya dari Daarut Duit. Ibu-ibu merobek potret yang menjadi biang ujub itu tentunya tidaklah mengapa. Sebab hal itu malah membuat Daarut Tauhiid lebih aman. Setelah sentuhan itu, Alhamdulillah dirasakan jauh lebih nyaman.
Pernah, saatberlangsungpengajian di Daarut Tauhid, saya bertanya kepada ustazFuad yang sering mendampingi berceramah.
“Berani berkata jujur ustaz? Karena Allah sedang mendengarkan.”
“Iya.”
“Apa di zaman heboh dulu ustazsudah ikut di Daarut Tauhiid?”
“Sudah Aa’, saya ikut masuk tivi.”
“Benarkah bahwa gelimang kelapangan adalah ujian yang berat?”
“Benar sekali Aa’. Memang membuat orientasi lebih kepada uang. Tapi sekarang alhamdulillah, dengan dicontohkan Aa’ juga, insya Allah dan mudah-mudahan bisa tetap on the track.”
“Mana yang lebih tenang?”
“Insya Allah, yang sekarang.”
“Yakin lebih tenang sekarang? Dulu kan uangnya lebih banyak, kalau sekarang agak jarang yang mengundang.”
“Yakin, insya Allah.”
Nah, saudaraku. Sebetulnya saya tidak membutuhkan suatu pengakuan bahwa diri saya sudah berubah. Sebab kalau saya membutuhkan pengakuan, berarti saya belumlah berubah. Kita harus berubah atau memperbaiki diri menjadi lebih baik hanya karena Allah. Karena Dia-lah Yang Mahabaik, yang terus menerus mengurus, menjaga dan menyelamatkan kita. HanyaAllah yang menginginkan kita menjadi lebih baik.
Apa yang diungkapkan di sini hanyalah sebuah fakta, bahwa ujian kelapangan, kemudahan atau kesenangan itu benar-benar lebih mudah membutakan hati. Itu saja intinya. Semoga masing-masing kita bisa mengambil hikmahnya. Sehingga tidak lagi sibuk mencari duniawi, yang justru lebih melalaikan dan hisabnya lebih berat di akhirat nanti. [*]