SAUDARAKU. Saya sendiri jika diminta memilih antara mobil bagus atau mobil butut, sejujurnya saya memilih mobil bagus. Sebab, saya berusaha menghindari mogok di jalan. Bisa stres kalau harus membuka bengkel ilegal di pinggir jalan, dan tidak sampai tujuan. Namun, dengan catatan mobil bagus yang dipilih tidak mengotori hati.
Karena tidak ada perlunya kaleng mengotori hati kita. Kalau hati menjadi kotor atau sampai mengotori hati, lebih baik tidak usah. Mobil tidak ada apa-apanya, cuma kaleng. Yang penting dari kendaraan itu adalah kita sampai dengan selamat, aman dan nyaman. Tidak harus punya, tapi yang penting sampai.
Banyak yang tidak memiliki kendaraan tapi bisa sampai. Banyak pula yang memiliki kendaraan tapi tidak sampai. Seperti banyak yang bisa hadir di pengajian padahal tidak punya mobil. Sedangkan banyak yang punya mobil namun tidak kunjung sampai di pengajian.
Jadi, boleh-boleh saja kalau saudara mau memiliki mobil. Tetapi, periksalah hati kita terlebih dulu. Kalau dengan adanya mobil menjadi ujub, saat menaikinya ingin dilihat orang, menghadiri resepsi pernikahan ingin turun persis di pintu pengantin agar jelas itu mobil kita, memikirkan terus saat ditinggalkan di tempat parkir, khawatir tergores atau spionnya hilang, anggaran menjadi boros dan pengeluaran berbeda dengan sedekah, maka untuk apa? Kalau sepanjang adanya malah hati menjadi kotor, lebih baik tidak usah.
Begitu pula dengan yang sudah memiliki mobil. Misalnya, saya mohon maaf, ini tidak bermaksud ikut campur dengan mobil yang velgnya bagus. Saya senang melihat mobil yang bagus velgnya. Tapi yang bagus itu velgnya, sedangkan yang punya jarang melihatnya karena dia di dalam mobil. Kecuali kalau velgnya dipangku.
Kalau ada orang memuji, yang dipuji juga velg, bukan memuji yang punya mobil. Sekali pun yang punya mengacung, sekadar “Oh, saudara”, dan tidak menambah apa-apa. Silakan membeli velg dengan niat menjadi perantara rezeki tukang velg. Tapi kalau niatnya bangga, ingatlah orang cuma memuji velgnya saja, dan tetap kita sendiri yang harus membayar cicilannya.
Kita harus mulai biasa melihat mobil yang cuma kaleng. Termasuk bagi yang diantar atau dijemput dengan mobil. Kalau mobilnya bagus, cukup alhamdulillah. Jangan bangga dan merasa ikut keren, jendela tidak mau ditutup, lalu “Da..daa..” Karena setiap orang tahu kita menumpang. Kita sendiri juga tahu kalau itu mobil kantor, atau yang menjemput kita bekerja di bengkel. Mengapa menjadi bangga dan merasa keren? Seharusnya menangis syukur ketika melihat orang lain yang tidak dijemput mobil.
Contoh lain, merasa tertekan saat dijemput dengan mobil yang sederhana. Seperti sengaja berangkat terlambat saat pengajian agar tidak ada yang melihat. Lalu pulangnya minta dijemput setelah sepi. Mengapa kita malu? Mobil bagus atau sederhana sama saja. Yang penting sampai. Kalau merasa ikut keren dengan mobil bagus atau sebaliknya tertekan dengan mobil sederhana, maka itu sudah pertanda cinta dunia.
Tidak perlu malu. Bahkan kalau misalkan sekarang kita punya mobil, lalu suatu saat harus dijual, sehingga berangkat dan pulang jadi menaiki motor atau menumpang angkot. Tetap jangan malu. Biasa saja, yang penting sampai. Jangan membuat dunia lengket di hati ini. Karena ketika lahir kita juga tidak membawa apa-apa. Rasulullah saw yang asli kemuliaannya biasa saja, baik ketika beliau mengendari kuda, unta, maupun keledai. Mengapa kita yang asli menyebalkan malah merasa bangga atau malu?
Jadi, kalau saudara mampu dan memerlukan mobil, maka belilah. Tapi jangan membeli mobil karena gengsi. Sebab kita semua juga sudah mengetahui kalau tempat kredit mobil sudah ada di mana-mana. Jangan juga merasa keren atau sukses saat mudik lebaran membawa mobil. Sebab orang-orang pun sudah tahu kalau sekarang ada banyak tempat merental mobil. Biasa saja terhadap mobil.[*]