Quantcast
Channel: Inilah.com - Mozaik
Viewing all articles
Browse latest Browse all 12804

Bila Wanita Menggugat Cerai atau Khulu

$
0
0

 

INILAHCOM, Jakarta--Khulu’ secara harfiah, diambil dari lafadz Khala’a-Yakhla’u-Khal’[an] yang berarti melepaskan. Khala’a (melepas) dalam bahasa Arab biasanya digunakan untuk konotasi melepas pakaian.

Mengapa lafadz ini digunakan, karena al-Qur’an menyebut isteri adalah pakaian bagi suami. Begitu juga sebaliknya, sebagaimana firman Allah SWT: “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kalian adalah pakaian bagi mereka.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 187)

Disebut khulu’, karena seorang isteri melepaskan statusnya sebagai pakaian bagi suaminya. Dengan disertai membayar tebusan, yang digunakan untuk membebaskan dirinya dari ikatan nikah yang ada di tangan suaminya. Karena itu, al-Qur’an juga menggunakan istilah tebusan (ifitadat bih): “Maka tidak mengapa bagi mereka berdua (suami-isteri melepaskan ikatan pernikahan) karena tebusan yang dibayarkan isteri.” (Q.s. al-Baqarah [02]: 229)

Khulu’ tidak butuh penguasa untuk memutuskan jatuh dan tidaknya. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad, “Khulu’ boleh dilakukan tanpa peranan penguasa.” Pandangan ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Umar dan ‘Utsman ra. Pendapat ini diikuti oleh Qadhi Syuraih, az-Zuhri, Malik, Syafii, Ishaq dan Ahli Ra’yi.

Tetapi, pendapat yang berbeda dinyatakan oleh al-Hasan dan Ibn Sirin. Dia menyatakan, bahwa khulu’ membutuhkan peranan penguasa. Namun, menurut Ibn Qudamah, “Kami menguatkan pendapat ‘Umar dan ‘Utsman, karena ini merupakan bentuk pertukaran kompensasi, sehingga tidak membutuhkan penguasa. Seperti jual beli, dan pernikahan. Disamping, karena ini merupakan pemutusan akad dengan suka rela, menyerupai iqalah (pembatalan akad).” (Ibn Qudamah, al-Mughni,Juz X/267-268).

Khulu’ juga boleh dilakukan kapan saja, baik ketika suci atau sedang haid. Karena khulu’ ini esensinya menghilangkan mudarat yang menimpa perempuan, karena buruknya pergaulan suami dengannya, serta menghilangkan sesuatu yang tidak disukai dan dibencinya. Sementara mudarat akibat semuanya ini lebih panjang ketimbang mudarat karena lamanya masa ‘iddah, sebagaimana yang dilarang saat menjatuhkan talak. Karena itu, menjatuhkan talak saat haid tidak boleh, karena memperhatikan mudarat lamanya masa ‘iddah yang harus dipikul oleh perempuan.

Karenanya, Nabi saw. tidak pernah menanyakan kondisi wanita yang mengajukan khulu’, apakah sedang bersih atau haid. Selain itu, khulu’ ini terjadi atas permintaan perempuan. Jadi, ini berdasarkan kerelaannya. Dengan begitu, khulu’ini dilakukan demi kemaslahatan pihak perempuan (isteri) (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/268).

Dalam khulu’, seorang suamidisunahkan mengambil tidak lebih dari apa yang pernah dia berikan sebagai mahar kepada isterinya. Jika keduanya sama-sama sepakat melakukan khulu’, dengan kompensasi tertentu, maka khulu’-nya dianggap sah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama’. Pendapat ini diriwayatkan dari ‘Utsman, Ibn ‘Umar, Ibn ‘Abbas, ‘Ikrimah, Mujahid, Qubaishah bin Dzu’aib, an-Nakha’i, Malik, as-Syafii, dan para pengikut Ahli Ra’yi. Bahkan, Ibn ‘Abbas berpendapat, jika seorang isteri mengajukan khulu’ dengan kompensasi bagian warisannya itu pun boleh. ‘Atha’, Thawus, ‘Amru bin Syu’aib dan az-Zuhri berpendapat, bahwa suami tidak boleh mengambil lebih dari mahar yang telah dia berikan. Pendapat ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib.

Abu Bakar juga memilih penadapat ini, bahkan mengatakan, “Jika dia (suami) melakukannya (mengambil lebih dari mahar yang telah dia berikan), maka kelebihannya harus dia kembalikan.” Ini didasarkan pada keputusan Nabi kepada Jamilah binti Salul, ketika menggugat cerai (khulu’) dari Tsabit. Kebun yang diberikan Tsabit kepada Jamilah harus dikembalikan kepada Tsabit, setelah itu Tsabit pun mengambil kebun tersebut dari Jamilah, dan tidak lebih (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/269).

Status kompensasi tadi merupakan pengganti (‘iwadh/badal), sebagai kompensasi pembatalan (Fasakh). Karena itu, tidak boleh melebihi kadar yang diberikan pada permulaan akad nikah. Status kompensasi ini seperti ‘iwadh dalam‘iqalah, sebagaimana dalam Jual-beli ‘Arbun. Namun, ada juga yang membolehkan jumlah ‘iwadh lebih banyak ketimbang mahar yang pernah diberikan saat akad, meski hukumnya Makruh. Ini pendapat Sa’id bin al-Musayyab, al-Hasan, as-Sya’bi, al-Hakam, Hamad, Ishaq dan Abu ‘Ubaid.

Namun, menurut Abu Hanifah, Malik dan as-Syafii boleh, tidak Makruh. Malik berkomentar, “Saya selalu mendengar pendapat yang menyatakan, bahwa tebusan (kompenasi) itu boleh melebihi mahar.” Lalu, bagaimana mengkompromikan antara Q.s. al-Baqarah [02]: 229 di atas dengan hadits Jamilah? Ibn Qudamah menyatakan, “Ayat tersebut menunjukkan kebolehannya (tebusan secara mutlak). Sedangkan hadits (Jamilah) menjelaskan larangan lebih (dari mahar yang telah diberikan) itu statusnya makruh.” (Ibn Qudamah, al-Mughni, Juz X/270). [  ]


Viewing all articles
Browse latest Browse all 12804

Trending Articles


Girasoles para colorear


mayabang Quotes, Torpe Quotes, tanga Quotes


Tagalog Quotes About Crush – Tagalog Love Quotes


OFW quotes : Pinoy Tagalog Quotes


Long Distance Relationship Tagalog Love Quotes


Tagalog Quotes To Move on and More Love Love Love Quotes


5 Tagalog Relationship Rules


Best Crush Tagalog Quotes And Sayings 2017


Re:Mutton Pies (lleechef)


FORECLOSURE OF REAL ESTATE MORTGAGE


Sapos para colorear


tagalog love Quotes – Tiwala Quotes


Break up Quotes Tagalog Love Quote – Broken Hearted Quotes Tagalog


Patama Quotes : Tagalog Inspirational Quotes


Pamatay na Banat and Mga Patama Love Quotes


Tagalog Long Distance Relationship Love Quotes


BARKADA TAGALOG QUOTES


“BAHAY KUBO HUGOT”


Vimeo 10.7.0 by Vimeo.com, Inc.


Vimeo 10.7.1 by Vimeo.com, Inc.