Oleh: Andi Ryansyah
INILAHCOM, Jakarta -- Di Trenggalek, PKI juga melancarkan terornya. Mereka menyiapkan belasan jurigen bahan bakar serta telah menempatkan dinamit di bawah seluruh tiang Masjid Agung Trenggalek yang siap diledakkan.
Namun Imam Masjid tersebut, K.H. Yunus tak beranjak dari mihrab tempat suci itu. Tepat jam 12 malam, dia diseret keluar masjid dan dicampakkan ke halaman oleh PKI. Setelah itu, masjid bersejarah nan megah itu dibakar dan diledakkan sampai musnah rata dengan tanah.[9]
Aksi PKI Pasca Pemilu 1955
Pemberontakan Madiun akhirnya dapat dipadamkan. PKI ditumpas oleh pemerintahan Sukarno Hatta. Namun PKI kemudian mendapatkan kembali nafasnya, dan mulai bangkit. Bahkan sejak Pemilu 1955 posisi PKI semakin menguat. Kedekatan PKI dengan Sukarno membuat mereka di atas angin. Umat Islam ketika memasuki rezim orde lama semakin tertekan.
Berada dalam posisi yang kuat, kesempatan itu digunakan untuk menghantam kmebali lawan-lawan politiknya, termasuk para ulama dan santri. Mereka acapkali melakukan teror untuk melemahkan mental umat Islam. Termasuk saat para pendukung PKI menyerbu Masjid Agung Kembangkuning, Surabaya, peninggalan Sunan Ampel. Pada tahun 1962, gerombolan Pemuda Rakyat didukung kawanan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) tanpa ampun menyerbu masjid tersebut. Parahnya lagi, Al-Qur’an dan kitab lainnya dinjak-injak dan dibakar.[10] Mereka juga menari-nari dan menyanyikan lagu Genjer-Genjer di tempat suci tersebut. Masjid dijadikan panggung orkes oleh mereka. Bahkan mereka bermaksud mengubah masjid tersebut menjadi markas Gerwani.[11]
Aksi Sepihak Menyerobot tanah milik warga Nahdlatul Ulama (NU)
Memasuki tahun 1964, PKI gencar menduduki berbagai tanah termasuk tanah milik Nahdiyin. Karena didukung oleh beberapa oknum pemerintah, langkah tersebut berjalan lancar. Dalam waktu singkat, 900 hektar tanah bisa dikuasai. PKI juga berani mematok tanah milik warga NU, H.Saimur. Selain dipatok, tanah itu juga ditanami tanaman oleh PKI, seolah tanah itu adalah miliknya.
Melihat kenekatan PKI itu, H.Saimur meminta bantuan Gerakan Pemuda (GP) Ansor, lalu oleh GP Ansor, tanah itu ditancapi bendera NU dengan sesumbar kalau PKI berani mencabut bendera NU, maka GP Ansor akan menghadapi PKI. Mendengar itu, PKI tidak berani lagi menjarah tanah H. Saimur.[12]
Selanjutnya, PKI bersama Badan Tani Indonesia (BTI) menebang tanaman tebu seluas tiga hektar milik H.Abu Sudjak, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kediri. Setelah ditebang, PKI langsung menjualnya ke Pabrik Gula Ngadireja. Namun karena Abu Sudjak sudah kenal dengan pimpinan pabrik, uang hasil penjualan tebu PKI dan BTI tadi, diambil oleh Abu Sudjak.
Tentu saja PKI sangat marah. PKI tak kehabisan akal, mereka kemudian memagari tanaman tebu yang masih tersisa dan menganggap sebagai lahan BTI. Melihat hal itu, Pimpinan GP Ansor dan para pendekar lantas merobohkan dan mencabuti pagar lahan yang dibuat oleh BTI, lalu ditancapi bendera GP Ansor.[13] Segerombolan Pemuda Rakyat BTI dan Gerwani juga pernah menduduki tanah milik muslimat NU yang terletak di tengah kota Surabaya. Tanah itu langsung dipagari dan dipasang bendera PKI dan Gerwani.[14]
Itulah sebagian aksi teror keji ala PKI. Umat Islam yang sudah berkorban banyak demi bangsa ini, bersimbah darah melayani keganasan PKI. Permusuhan PKI utamanya kepada para kiyai dan santri, membuat darah para syuhada tergenang. Terorisme ala PKI menjadi salah satu babak memilukan dalam lembaran sejarah Indonesia.
Dengan demikian, tak berlebihan bila semua pihak yang saat ini menginginkan TAP MPRS No XXV/ 1966 berisi Ketetapan Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dicabut, kita sebut sebagai pendulang bibit-bibit teroris. Dan menjadi tugas pemerintah serta seluruh rakyat Indonesia untuk mencegah terorisme ala PKI terulang kembali.[ ]
Sumber Jejakislam
[1] Taufiq Ismail, Katastrofi Mendunia Marxisma Leninisma Stalinisma Maioisma Narkoba, Yayasan Titik Infinitum:Jakarta, 2004, hlm.172 dari Arnold C. Brackman, Indonesian Communism-A History, Frederick A Praeger Publisher: New York, 1963
[2] Agus Sunyoto, A.Zainuddin, Maksum, Lubang-lubang Pembantaian Petualangan PKI di Madiun, Pustaka Utama Grafiti: Jakarta, 1990, hlm. 15
[3] Taufiq Ismail, Katastrofi Mendunia Marxisma Leninisma Stalinisma Maioisma Narkoba, Yayasan Titik Infinitum:Jakarta, 2004, hlm.174
[4] Agus Sunyoto, A.Zainuddin, Maksum, Ibid, hlm. 16-21
[5] Agus Sunyoto, A.Zainuddin, Maksum, Ibid, hlm. 55-58
[6] Agus Sunyoto, A.Zainuddin, Maksum, Ibid, hlm. 40-41
[7] Dikutip oleh Agus Sunyoto, A.Zainuddin, Maksum, Ibid, hlm. 42 dari Jawapos, 18 September 1989
[8] Agus Sunyoto, A.Zainuddin, Maksum, Ibid, hlm. 42-43
[9] H. Abdul Mun’im DZ, Benturan NU PKI 1948-1965, Depok: PBNU&Langgar Swadaya Nusantara, 2014, hlm.67-68
[10] H. Abdul Mun’im DZ, Benturan NU PKI 1948-1965, Depok: PBNU&Langgar Swadaya Nusantara, 2014, hlm.11
[11] H. Abdul Mun’im DZ, Ibid, hlm.96
[12] H. Abdul Mun’im DZ, Ibid, hlm.105
[13] H. Abdul Mun’im DZ, Ibid, hlm.106
[14] H. Abdul Mun’im DZ, Ibid, hlm.109