CINTA memang betul-betul dahsyat. Benar yang dikata banyak orang bahwa kehidupan tak akan ada tanpa adanya cinta. Manusia tanpa cinta adalah manusia yang diam dalam makna yang seutuhnya, diam dari gerak, diam dari ucap, diam dari semangat dan diam dari segala aktifitas. Hari ini kubuktikan kedahsyaratan cinta itu, berkendara 14 jam mengukur jalan aspal tanpa ujung dari Sumenep ke Blitar pulang pergi setelah entah telah beberapa hari berputar ke arah yang lain.
Tadi pagi, orang yang saya cinta kembali ke haribaan Yang Maha Kuasa. Yakni mertua saya, KH Mohammad Tamyiz, sosok yang mengajarkan saya definisi sabar dalam kehidupan. Mendengar berita kewafatan beliau, sontak badan melompat dari tempat tidur langsung menuju mobil untuk melaju cepat dari sumenep ke rumah duka di Blitar.
Demi cinta. Malam ini langsung kembali ke Sumenep karena besok pagi harus mengakad nikahkan keponakan, puteri saudara saya yang saya cintai. Terus bergerak atas nama cinta.
Banyak saudara dan sahabat yang takziyah ke Blitar dengan meninggalkan beragam kesibukannya. Apa yang menggerakkan mereka? Cintalah yang mengantarkannya, yakni cinta tulus sesama hamba Allah yang diikat oleh rasa keagamaan dan hubungan kekeluargaan. Bergerak karena cinta. Ada saudara dan sahabat yang badannya tak "bergerak" namun hati dan lisannya tak berhenti berdoa dan berbelasungkawa. Gerakan hati dan lisan itu pula adalah karena cinta.
Cinta sebagai penggerak memanglah luar biasa. Kita harus banyak belajar cinta kepada Allah agar tak ada keterpaksaan dalam bergerak beribadah. Kita harus belajar cinta kepada Rasulullah agar tak ada keterpaksaan dalam bergerak meneladani beliau.
Kita harus belajar cinta kepada mukminin mukminat agar tak ada keterpaksaan dalam bergerak membahagiakan mereka. Kita harus belajar cinta dan belajar berterimakasih pada cinta. Salam, AIM. [*]