BERBICARA tentang kisah keteladanan para ulama Salaf dalam ketekunan beribadah, ketaatan dan sifat zuhud, tentu merupakan pembicaraan yang tidak asing bahkan sangat dikenal di kalangan kaum muslimin. Akan tetapi, tahukah kita bahwa kisah keteladanan dari anggota keluarga mereka juga tidak kalah menariknya dan sangat patut untuk kita baca serta kita renungkan.
Pertama, Keteladanan keluarga Salaf dalam berkorban di jalan Allah dan membela kebenaran
Imam adz-Dzahabi menukil kisah tentang Imam ‘Ashim bin ‘Ali al-Wasithy. Di zaman fitnah khalqul Quran – pemaksaan aqidah bahwa alquran itu makhluk – ketika itu Imam Ahmad bin Hambal ditangkap dan disiksa oleh penguasa karena beliau mempertahankan aqidah Ahlus sunnah, bahwa alquran adalah firman Allah dan bukan makhluk.
‘Ashim bin ‘Ali al-Washithy berkhotbah di hadapan para ulama Ahlus sunnah lainnya, “Adakah seorang yang mau berdiri bersamaku untuk bersama-sama kita datangi orang ini (khalifah al-Ma’mun) dan menasihatinya?”.
Ketika itu, tidak ada seorangpun yang memenuhi ajakannya, lalu kemudian Ibrahim bin Abi al-Laits berkata, “Wahai Ashim bin ‘Ali, aku pulang dulu menemui anak-anakku untuk memberi wasiat kepada mereka (sebelum pergi bersamamu)”.
Kemudian Ibrahim bin Abi al-Laits datang dan berkata kepada kami: “Aku pulang menemui anak-anakku dan mereka menangis karena takut aku akan disiksa atau dibunuh”.
Pada waktu itu, datang sepucuk surat dari dua putri Imam ‘Ashim bin ‘Ali dari kota Wasith, yang isinya,
“Wahai ayah kami, sungguh telah sampai kepada kami (berita) bahwa orang ini (khalifah al-Ma’mun) telah menangkap dan menyiksa Imam Ahmad bin Hambal supaya mau mengatakan bahwa alquran adalah makhluk. Karena itu wahai ayah kami, bertakwalah kepada Allah dan janganlah mengikuti khalifah itu (dalam pendapatnya yang sesat itu). Demi Allah, sungguh jika datang kepada kami berita tentang kematianmu, ini lebih kami sukai daripada berita bahwa engkau mengikuti pendapatnya yang sesat.” (Siyaru A’laamin Nubalaa’, 9/264)
Lihatlah teladan agung dalam berkorban di jalan Allah dan membela aqidah Ahlus sunnah dalam kisah di atas!
Para keluarga Salaf telah terdidik untuk mengagungkan dan mengutamakan kebenaran, apalagi yang berhubungan dengan iman dan keyakinan. Mereka benar-benar memahami makna al-wala’ wal bara’ (loyalitas dan benci karena Allah), meskipun harus berpisah dengan orang yang paling dia cintai.
[baca lanjutan: Orang Miskin yang Menolak 10.000 Ribu Dirham]