DALAM beberapa hari terakhir media online ramai dengan share cerita yang diklaim sebagai sebuah kisah nyata dengan judul yang cukup mengusik, "Kisah Nyata: Azab Zina di Balik Bencana Garut" bahkan grup WA yang saya ikuti pun seakan tak mau ketinggalan untuk share men-share kisah ini, seakan sebuah kisah yang pasti tak terbantahkan bahwa bencana yg menimpa Garut kemarin adalah buah dari perbuatan Zina sebagian warga Garut yang harus ditanggung oleh seluruh masyarakat Garut sendiri, seperti kisah tsb.
Ada beberapa reaksi dalam menanggapi catatan kisah tersebut, ada yang menolak mentah-mentah karena disamping sumber kisahnya yang anonim, secara gamblang cerita tsb lebih terkesan sebuah fiksi yang jauh dari kaidah reportase, reaksi ini wajar karena ketika warga sedang merasakan pahit getir akibat bencana ini, Paparan kisah itu datang bak sebilah pedang yang menebas rasa empati siapapun dengan cara pandang generalisasi yang dirasa tidak adil dan tak tepat, sehingga bagi yang membaca akan langsung mempunyai kesimpulan “Oo.. pantas saja Garut dihantam bencana, wong sarangnya Zina..!”
Ada yang langsung agree dengan lantas menshare kembali kesana kemari artikel tsb. Ada yang merenung, bisa jadi benar zina itulah sebab turunnya bencana karena bila melihat beberapa hadis ancaman zina itu azab-Nya sungguh luar biasa. Adapula yang mencoba berfikir mendalam, bahwa bencana Banjir bandang Garut bukan semata akibat perilaku kemaksiatan orang per orang tapi bencana di Garut adalah bagian dari peristiwa bencana demi bencana yang terus terjadi di negeri ini sebagai resiko yang harus ditanggung akibat kemaksiatan yang terus berjalan secara masif dan terstruktur dalam bingkai sebuah sistem durhaka yang terus dipaksakan untuk diterapkan dinegeri ini.
Benarkah Zina sebagai sebab Turunnya bencana?
Ada sebuah hadis yang berbunyi, "Apabila zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri." (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Hadis ini derajatnya sahih, dan kita sebagai kaum muslimin wajib meyakini sepenuh hati bahwa zina dan riba adalah pangkal bencana yang wajib untuk dihindari dan ditinggalkan.
Bila kita mau membuka catatan statistik BKKBN ditahun 2014 saja, angka remaja yang melakukan aktivitas sex bebas sudah mencapai 63% dan angka tsb hampir merata diseluruh kota kota besar di Indonesia dan diyakini angka tsb akan terus naik dari tahun ke tahun dan menggejala seperti fenomena gunung es. Dari data ini saja kita bisa menakar bahwa aktivitas zina sudah melewati ambang kritis.
Bagaimana dengan Riba? bukankah riba juga disebut dalam hadis di atas, bahkan dosa riba yang paling kecil saja sama halnya dengan berzina dengan ibu kandung sendiri! Naudzubillah. Dan kita saksikan sendiri saat ini bagaimana aktivitas riba seakan sudah menjadi nafas bagi perekonomian bahkan jalannya roda pemerintahan dinegeri ini yang ditopang oleh hutang dan riba.
Melihat dari sisi lain, Pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis sebuah kajian riset, bahwa DAS cimanuk sudah mengalami kerusakan parah sejak tahun 1980, tingkat sedimentasi sungai meningkat tajam akibat alih fungsi lahan dan exploitasi tambang pasir di wilayah lahan konservasi. Jelas hal ini luput dari pandangan sebagian kita bahwa merusak alam dan lingkungan juga merupakan sebuah kemaksiatan, eksploitasi alam oleh para pengusaha hitam yang berselingkuh dengan penguasa korup kerap menyisakan kerusakan dan bencana, dimanapun. Dan yang menjadi tumbal adalah masyarakat banyak yang tidak tahu apa-apa tapi mereka menganggap wajar dan diam ketika melihat itu terjadi.
Inilah sumber bencana itu, menganggap wajar sebuah kemaksiatan. Merajalelanya maksiat dan diamnya orang orang saleh. Ketika kemaksiatan sudah begitu melembaga, zina difasilitasi, praktek riba jadi instrumen utama ekonomi, eksploitasi alam terus dikeruk tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Maka bencana demi bencana menjadi konsekuensi logis yang mau tidak mau harus diterima.Dan fakta ini semua bermuara pada satu hal, yakni Sistem.
Sistem inilah yang menjamin aktivitas kemaksiatan itu terus berjalan, terstruktur dan berkesinambungan. Sistem sekularisme yang saat ini berlaku terbukti hanya melahirkan penderitaan masyarakat luas, pengerdilan aturan Islam hanya sebatas ritual ibadah tanpa menyentuh seluruh aspek kehidupan berdampak kerusakan luar biasa baik di daratan maupun lautan.
Kapitalisme yang diterapkan berakibat timpang dan labilnya kondisi ekonomi, rusaknya alam dan lingkungan serta rawannya sendi sendi kehidupan masyarakat luas. Dan demokrasi dengan kebebasannya terus melahirkan sikap hedonisme permisif yang terus menggerogoti generasi muda kita. Inilah mengapa aktivitas Amar Ma'ruf nahi Munkar itu adalah wajib menjadi pilar utama dalam sosial masyarakat, aktivitas dakwah yang berkesinambungan agar khalayak sadar dan paham sehingga mempunyai resistensi yang tinggi terhadap setiap kemaksiatan. Sadar bahwa sumber malapetaka bukan hanya dari zina dan ribanya saja tapi dari sistem yang terus melegalkan aktivitas maksiat itu berjalan terus menerus.
Ketika sistem yang ada saat ini hanya mengundang datangnya malapetaka dan bencana, sudah saatnya kita kembali pada sistem yang telah Allah jamin membawa rahmat untuk seluruh alam, itulah sistem Syariat Islam.
Inilah gambaran umum yang menurut hemat penulis lebih mengena, maraknya zina adalah fenomena umum yang terjadi dimanapun di seluruh dunia, tapi mengaitkan bencana Garut hanya karena akibat perbuatan zina juga tak adil walau tak dipungkiri aktivitas itu ada, menggiring opini Garut sebagai sarang para pezina dengan muatan apapun hanya menambah beban warga Garut yang seharusnya kini mendapat support dari siapa pun.
Mari mencoba melihat suatu masalah itu secara luas dan dalam, agar kita bisa benar benar mengambil hikmah dan tidak jatuh pada lubang yang sama.
Wallahu a'lam. [Cep EKA (Relawan Aksi Tanggap Bencana Banjir Bandang Garut)]