Oleh : UstadzFuad Hamzah Baraba, Lc.
INILAHCOM, Jakarta -- Dalam hadits dari Salman al-Farisi رضياللهعنه, dari Nabi صلىاللهعليهوسلم, bahwa beliau صلىاللهعليهوسلمbersabda:
إِنَّاللَّهَحَيِيٌّكَرِيمٌيَسْتَحِيإِذَارَفَعَالرَّجُلُإِلَيْهِيَدَيْهِأَنْيَرُدَّهُمَاصِفْرًاخَائِبَتَيْنِ“Sesungguhnya Allah Maha pemalu dan pemurah. Dia malu bila seorang lelaki mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lalu Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud: 1488 dan at-Tirmidzi: 3556 dan beliau mengatakan: hasan gharib. Dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud dan Shahih at-Tirmidzi).
Dan Nabi صلىاللهعليهوسلمbersabda:
أَمَّاأَحَدُهُمْفَآوَىإِلَىاللَّهِفَآوَاهُاللَّهُ،وَأَمَّاالْآخَرُفَاسْتَحْيَافَاسْتَحْيَااللَّهُمِنْهُ،وَأَمَّاالْآخَرُفَأَعْرَضَفَأَعْرَضَاللَّهُعَنْهُ“Salah seorang dari mereka berlindung kepada Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala pun melindunginya. Yang lain, dia malu sehingga Allah Ta’ala pun malu darinya. Adapun yang lainnya lagi, dia berpaling sehingga Allah Ta’ala berpaling darinya” (HR. al-Bukhari:66 dan Muslim. Hadits tersebut adalah lafadz al-Bukhari).
Sifat malu Allah Ta’ala adalah sifat yang pantas bagi Allah Ta’ala, tidak seperti sifat makhluk. Di mana sifat malu pada makhluk mengandung perubahan dan kelemahan yang memengaruhinya yaitu ketika dia merasa khawatir dari sesuatu yang aib atau tercela. Bahkan sifat malu Allah Ta’ala artinya meninggalkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keluasan rahmat-Nya dan kesempurnaan kedermawanan-Nya, kemurahan-Nya serta keagungan ampunan dan kelembutan-Nya.
Sementara seorang hamba terang-terangan bermaksiat kepada-Nya padahal dia sangat butuh kepada-Nya dan paling lemah di hadapan-Nya. Bahkan dia memakai nikmat-nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Akan tetapi Allah Ta’ala dengan kesempurnaan sifat ketidakbutuhan-Nya kepada makhluk dan kesempurnaan sifat kemampuan-Nya, Dia malu untuk menyingkap tabir aib hamba-Nya.
Bahkan Allah Ta’ala menutupinya dengan sebab-sebab yang Allah Ta’ala persiapkan untuk menutupinya. Lalu setelah itu Allah Ta’ala memaafkan dan mengampuninya seperti dalam hadits Ibnu Umar رضياللهعنه:
إِنَّاللَّهَيُدْنِيالْمُؤْمِنَفَيَضَعُعَلَيْهِكَنَفَهُوَيَسْتُرُهُفَيَقُولُ: أَتَعْرِفُذَنْبَكَذَا؟أَتَعْرِفُذَنْبَكَذَا؟فَيَقُولُ: نَعَمْأَيْرَبِّ. حَتَّىإِذَاقَرَّرَهُبِذُنُوبِهِوَرَأَىفِينَفْسِهِأَنَّهُهَلَكَقَالَ: سَتَرْتُهَاعَلَيْكَفِيالدُّنْيَاوَأَنَاأَغْفِرُهَالَكَالْيَوْمَ “Sesungguhnya Allah Ta’ala mendekatkan kepada-Nya seorang mukmin lalu Allah Ta’ala menutupkan pada dirinya penutupnya. Kemudian Allah Ta’ala bertanya kepadanya: “Apakah kamu tahu dosa ini? Apakah kamu tahu dosa ini?” Maka hamba itu pun mengatakan: “Ya, wahai Rabbku.” Sehingga ketika Allah Ta’ala meminta dia mengakui dosanya lalu dia pun yakin bakal binasa, Allah Ta’ala mengatakan kepadanya: “Aku telah menutup dosamu di dunia. Dan pada hari ini aku ampuni kamu“. (HR. Al-Bukhari: 183). [ ]