"MON kalambhina be'na takae' ka pako, je' terros ajhalan, nyorot gellu male ta' bedhdhe talebhat," demikian kata pribahasa asing yang agak sulit diterjemahkan secara pas dalam bahasa Indonesia. Secara bebas bisa diterjemahkan dengan "kalau bajumu nyangkut ke paku maka jangan terus berjalan, mundurlah dulu agar sobeknya tak parah."
Kesalahan jangan dibiarkan berlalu tanpa taubat. Kesalahan tanpa taubat bukannya menjadikan masa depan melupakannya tanpa bekas, melainkan justru akan menghambat terciptanya kesempurnaan bahagia. Tak ada yang tak berbuat salah, namun ada saja yang bersikap seakan tanpa salah. Bersikap cuek atas kesalahan adalah pilihan sikap yang salah. Mengakui salah dan minta maaf serta minta ampun adalah pilihan sikap benar dan mulia.
Orang-orang hebat dalam sejarah tidaklah semuanya memiliki masa lalu yang bersih tanpa noda. Banyak di antara mereka yang bermasa lalu kelam, menyadari kekelamannya, bertaubat atas kekelaman itu dan kemudian dipilih Allah menjadi kekasihNya.
Sama halnya dengan kisah cinta dan kasih sayang. Ada saja kisah cinta yang bermula dari kebencian. Kata Ansari Yamamah, sahabat lama saya: "Di puncak kebencian, di sana cinta bertahta."
Satu catatan penting agar kelam menjadi terang, buruk menjadi baik, dan salah menjadi benar adalah bahwa semua itu harus berdasar kesadaran, pengakuan dan pertaubatan. "Mundur sedikit untuk menghapus adalah lebih baik dari pada terus maju tapi tercoreng." Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya.