SUATU saat Rasulullah Saw ditanya oleh Abdul Sahal bin Sa’ad,“Ya Rasululllah, tunjukkan kepadaku amalan yang apabila aku mengerjakannya, Allah dan manusia mencintaiku?” Lalu Rasulullah saw bersabda,“Berzuhudlah kamu kepada dunia ini, niscaya Allah akan mencintaimu. Dan berzuhudlah kamu kepada apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.”
Zuhud merupakan amalan yang luar biasa. Kalau kita mengamalkannya, maka Allah dan juga manusia akan mencintai kita. Seharusnyalah kita tertarik mengamalkan. Apalagi cinta dunia itu memang biang semua kesalahan, dosa,dan keburukan. Siapa pun yang mau memiliki derajat tinggi di sisi Allah, maka zuhud ini haruslah ia miliki.
Kisah hikmah yang lainnya, setelah Rasulullah saw wafat, Ibnu Mas’ud berkata kepada rekan-rekannya, “Kalian lebih banyak salat dan lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah daripada sahabat Rasulullah, padahal sahabat Rasulullah lebih utama daripada kalian.”
Kemudian rekan-rekannya bertanya,“Dengan apa mereka lebih diutamakan?” Ibnu Mas’ud menjawab,“Mereka (para sahabat Nabi) lebih zuhud terhadap dunia dan lebih mencintai akhirat dibandingkan kalian.”
Nah, saudaraku. Oleh sebab itu,wajib bagi kita memahami apa saja kunci dari zuhud. Bahwa ada berbagai hal yang disebut terkait dengan zuhud, tetapi di sini kita akan mengambil tiga di antara pokok-pokoknya.
Yang pertamaadalah orang yang zuhud itu lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di dalam genggamannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Abu Dzar, “Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal, dan bukan juga menyia-nyiakan harta. Akan tetapi, zuhud terhadap dunia adalah engkau begitu yakin terhadap apa yang ada di tangan Allah dengan apa yang berada di tanganmu.”
Jadi, bukan mengharamkan yang halal. Kita boleh saja memiliki duniawi, tapi tidak mencintainya. Tidak pula menyia-nyiakan, tapi kalau memang ditakdirkan punya, pergunakanlah sebaik-baiknya di jalan Allah. Karena apa pun yang ada di tangan kita tidak berarti apa-apa daripada apa yang berada di tangan Allah. Dibanding dunia, mencintai akhirat itu lebih utama.
Kalau hanya dunia, kita bisa menyebut nama-nama yang katanya dulu hebat. Misalnya Alexander The Great yang sudah lama habis dimakan tanah. Jangankan orangnya, bekas wilayah kekuasaannya pun tinggal kenangan. Atau mungkin badannya bisa tetap utuh, tapi dijadikan mumi seperti Fir’aun. Padahal Mesir tetap ada di sana, dan singgasana agungnya malah menjadi tempat wisata.
Dunia tetap di sini hingga nanti datang kiamat. Kitalah yang bergiliran mengaku memegangnya, dan bergiliran pula mati meninggalkan. Sehebat apa pun dunia, tetap tidak akan dibawa kemana-mana. Mungkin ada yang berpikir, “Memang benar Aa’, tapi saya juga mau ikut mengaku-aku memilikinya.” Seharusnya bersyukur kalau belum atau tidak diberi duniawi, dengan mengingat hisabnya yang berat di akhirat nanti.
Seperti di Mesir, katanya ada yang hartanya sampai ratusan triliun. Padahal tidak pernah dilihat atau dipegang. Bahkan katanya disimpan di rekening yang tidak diketahui siapa pun, termasuk yang menyimpannya. Kalau begitu sama saja dengan kita. Kita juga menyimpan sangat banyak uang hingga kita sendiri tidak mengetahui berapa jumlahnya. Tapi punya kita tempatnya jelas, yakni berada di sisi Allah.
Yang kedua, zuhud berarti ketika ditimpa musibah, maka lebih mengharap pahala atas musibah tersebutdibanding dengan menginginkan kembalinya dunia itu.Jadi, jika suatu waktu, apa yang kita miliki diambil oleh Allah, maka jangan melankolis.
Misalnya, “tolong ya Allah, saya mohon keadilan-Mu. Sepatu itu cuma satu-satunya, kenang-kenangan dari gaji terakhir sebelum di PHK, dan dicuri orang juga saat saya sedang salat di rumah-Mu. Tolong gerakkan makhluk-Mu yang telah mengambil untuk mengantarkan kembali, ya Allah. Ini alamat kontrakan saya.”
Sudahlah, saudaraku. Apa pun musibah atau apa pun duniawi yang diambil oleh Allah, kita harus berupaya merelakannya. Bukan mengharapkan kembalinya duniawi, tapi harapkanlah pahala atau pengguguran dosa dari musibah itu.
Dengan bertafakur dan bertobat, kita mengingat untuk apa saja misalnya sepatu tadi telah dipergunakan. Mungkin sering digunakanmenendang kucing, atau pun berjalan ke tempat maksiat. Atau mungkin memang dipakai ke masjid, tapi niatnya untuk pamer.
Duniawi yang diambil tidak perlu diharapkan kembali, cukup pahala yang ada di sisi Allah. Karena,“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir.” (HR. Tirmidzi)
Dan, yang ketiga, kunci zuhud adalah semua pujian dan celaan di dalam kebenaran itu sama saja. Jadi, yang terakhir ini jelas bahwa ketika dipuji hatinya tidak akan melambung, dan saat dicela juga tidak akan terluka. Selama ia berada dalam kebenaran. Apalagi seperti keinginan untuk membeli barang-barang bermerek agar dipuji atau supaya tidak minder dalam bergaul. Itu sudah tidak ada lagi bagi orang yang zuhud.
Nah, saudaraku. Orang-orang yang zuhud adalah orang-orang yang paling ringanmenghadapi dunia ini. Sangat berbeda dengan yang cinta dunia. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Hasan al-Basri, “Bagi orang yang cinta duniawi, hidupnya selalu dililit oleh urusan, hatinya selalu resah, dan kesengsaraannya berkepanjangan.” Jadi, marilah kita belajar berzuhud. [*]